![]() |
Oleh : Dr. Amran Husen, SE, ME, Akademisi Unkhair Ternate |
Jika Tambang Diteruskan
Tambang memberi manfaat ekonomi langsung: lapangan kerja, pendapatan daerah, serta pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan dan energi. Selain itu, mineral strategis seperti nikel sangat dibutuhkan industri global.
Namun, risikonya tidak kecil. Kerusakan lingkungan, pencemaran air dan tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, serta potensi konflik lahan menjadi ancaman jangka panjang. Biaya pemulihan lingkungan pun sering kali jauh lebih besar daripada manfaat ekonomi jangka pendek.
Jika Memilih Menjaga Lingkungan
Pilihan ini mempertahankan ekosistem vital, sumber air bersih, dan kualitas hidup masyarakat. Dalam jangka panjang, peluang ekonomi baru seperti ekowisata, pertanian, dan perikanan berkelanjutan dapat tumbuh.
Tetapi, menolak tambang berarti mengurangi pemasukan daerah dan kesempatan kerja, terutama di wilayah yang belum memiliki diversifikasi ekonomi.
Mencari Keseimbangan
Opsi paling rasional bukanlah memilih salah satu secara ekstrem, tetapi mengelola pertambangan secara berkelanjutan: standar lingkungan yang ketat, reklamasi wajib, pengawasan transparan, serta memastikan manfaat ekonomi kembali kepada masyarakat lokal.
Keputusan apa pun membutuhkan dialog terbuka, AMDAL yang dapat dipercaya, dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan.
Halmahera dan Transformasi Pembangunan
Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Halmahera Selatan kini memasuki fase penting: beralih dari pertumbuhan eksklusif menuju pembangunan inklusif. Tidak cukup hanya menjadi penghasil nikel kelas dunia; wilayah ini harus menjadi contoh bagaimana ekonomi sumber daya dapat dikelola untuk pemerataan kesejahteraan.
Keberhasilan kebijakan ini akan menjadi tonggak baru pembangunan Maluku Utara sebuah model tata kelola berbasis data yang berpihak pada manusia dan berlandaskan kemanusiaan yang berkeadilan. Itulah wajah baru pembangunan: bukan sekadar mengejar angka pertumbuhan, tetapi memastikan keadilan sosial dan keberlanjutan menjadi dasar legitimasi pemerintah daerah. (*)
Editor | Idham Hasan
