Uang Rakyat Rp526 Miliar Diduga Raib, Massa Barah Turun ke Jalan

Editor: Admin

Massa Barah menggelar aksi di Kejari Labuha, menyerahkan aspirasi dan hearing terbuka terkait dugaan penyimpangan anggaran KPU, beasiswa Unsan, dan Bank Saruma. (Foto: Idham/Lugopost)
Labuha, 8 September 2025- Ratusan massa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Halmahera Selatan (Barah) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuha, Senin (8/9/25). Mereka mendesak Kepala Kejari Halmahera Selatan, Ahmad Patoni, segera menindaklanjuti sejumlah kasus dugaan penyimpangan anggaran yang hingga kini belum tuntas.

Salah satu fokus tuntutan massa adalah dugaan penyalahgunaan anggaran hibah sebesar Rp25 miliar yang diterima KPU Halmahera Selatan untuk pembiayaan Pilkada 2020. Anggaran tersebut seharusnya digunakan untuk berbagai tahapan, mulai dari sosialisasi, pencocokan dan penelitian data pemilih (coklit), pendaftaran calon, hingga pasca pencoblosan. Namun, laporan Inspektorat Jenderal KPU RI menemukan sejumlah kejanggalan.

Di antaranya, terdapat alokasi Rp500 juta untuk jasa kuasa hukum dalam menghadapi sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), namun dana itu tidak pernah direalisasikan. Temuan ini memicu kecurigaan adanya penyimpangan penggunaan anggaran.

“Segera periksa sejumlah komisioner KPU Halmahera Selatan. Ini anggaran hibah dari pemerintah daerah, uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan. Segera proses mereka!” teriak orator aksi, Adenyong, dalam orasinya.

Selain kasus KPU, massa Barah juga menyoroti dugaan penyimpangan dana beasiswa mahasiswa Universitas Nurul Hasan (Unsan). Dana sebesar Rp1 miliar yang dicairkan melalui Dinas Pendidikan Halmahera Selatan disebut tidak pernah sampai ke tangan mahasiswa. Dana itu justru dicairkan ke rekening pribadi Rektor Unsan, Yudi Eka Prasetyo.

“Ini jelas bentuk penyelewengan. Uang yang seharusnya membantu mahasiswa, malah masuk ke rekening rektor. Kami minta Kejari segera memeriksa kasus ini,” desak Ady

Massa juga menyinggung kasus Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma sebesar 500 Milyar yang yang dikabarkan mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang menurut mereka perlu dibuka kembali agar publik mengetahui kebenarannya.

Menanggapi desakan massa, pihak Kejari Labuha melalui Kepala Seksi Intelijen dan sejumlah kepala seksi menemui pengunjuk rasa. Mereka menegaskan laporan yang disampaikan pengunjuk rasa akan ditindaklanjuti.

“Kami berterima kasih atas laporan yang telah disampaikan. Untuk kasus KPU, Bank Saruma, maupun beasiswa Unsan, semuanya akan kami sampaikan ke pimpinan agar prosesnya bisa dipercepat. Namun kasus bank Saruma itu kami juga belum dengar kononya sudah SP3 itu belum,” ujar perwakilan Kejari di hadapan massa aksi.

Aksi berlangsung tertib dengan pengawalan aparat kepolisian. Massa berjanji akan terus mengawal jalannya proses hukum hingga kasus-kasus tersebut benar-benar tuntas.

Sebelumya di beritakan melalui media ini mantan Ketua KPU Halsel, M. Agus Umar, secara tegas membenarkan bahwa alokasi Rp500 juta untuk pembayaran jasa kuasa hukum pada Pilkada 2020 hingga kini tidak pernah direalisasikan. Menurut Agus, dana hibah dari Pemda Halmahera Selatan untuk Pilkada 2020 mencapai Rp25 miliar. 

Anggaran itu semestinya dipakai untuk membiayai seluruh tahapan, mulai dari sosialisasi, pencocokan dan penelitian data pemilih (coklit), pendaftaran calon, hingga pasca pencoblosan. 

“Betul, jasa hukum itu sampai sekarang belum dibayar. Padahal dalam RAB sudah jelas ada pos Rp500 juta. Tapi saat saya tanyakan, jawabannya anggaran sudah habis. Pertanyaannya, kalau habis, kemana uang itu dipakai?” tegas Agus dalam wawancara bersama media ini, Jumat (29/8/2025). 

Agus menambahkan, berdasarkan data aplikasi SIMDA, realisasi anggaran Rp25 miliar tercatat 98 persen. Namun, pos Rp500 juta untuk jasa kuasa hukum sama sekali tidak tersentuh. 

“Di SIMDA jelas tercatat hampir 100 persen anggaran dipakai. Tapi Rp500 juta untuk kuasa hukum tidak ada realisasinya. Artinya, ada sesuatu yang tidak beres. Publik harus tahu ada yang janggal dalam penggunaan anggaran ini,” ujarnya dengan nada geram. 

Ia juga mengingatkan, sejak menerima SK sebagai Ketua KPU pada 9 Desember 2020 menggantikan Darmin yang diberhentikan DKPP, persoalan ini sudah menggantung. 

“Sejak saya jadi Ketua KPU, masalah ini tidak pernah selesai. Bahkan saat kami coba ajukan solusi, Pemda beralasan tahapan pilkada sudah selesai sehingga tidak bisa lagi dibayar. Padahal ini kewajiban negara, bukan sekadar pilihan,” tandasnya. (*) 

 

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com