Siswa MAN IC Halbar Jadi Korban Pengeroyokan, Tradisi Kekerasan Berulang di Asrama

Editor: Admin
Foto istimewa 

Halmahera Barat, 18 Agustus 2025 – Peristiwa memilukan kembali terjadi di lingkungan asrama Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Halmahera Barat pada Minggu malam, 17 Agustus 2025. Seorang siswa kelas XII berinisial FF menjadi korban pengeroyokan oleh sekitar 20 siswa kelas XII laki-laki hingga mengalami luka memar di sekujur tubuh.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, kejadian bermula sekitar pukul 18.00 WIT ketika FF beristirahat di kamarnya karena sakit gigi. Pada pukul 22.30 WIT, ia dibangunkan oleh seorang siswa berinisial AA yang mengajaknya untuk mengikuti sebuah tradisi asrama bernama “Malam Sunyi”.

Namun, sesampainya di lobi, FF tidak menemukan adik-adik kelas yang dikumpulkan. Ia justru diarahkan oleh siswa lain, IB, menuju sebuah kamar kosong di depan lobi. Di dalam kamar tersebut, sekitar 20 siswa kelas XII sudah menunggu.

Salah seorang siswa berinisial HA kemudian menyampaikan bahwa pertemuan itu ditujukan kepada FF karena dianggap terlalu sering menyuruh adik-adik kelas. FF sempat memberikan penjelasan bahwa ia hanya meminta tolong dengan baik-baik, bukan memerintah. Namun, penjelasan tersebut tidak diterima.

Situasi memanas ketika salah seorang siswa berinisial AF maju dan menampar FF. Aksi ini diikuti oleh pemukulan, tendangan, dan injakan yang dilakukan secara bergantian oleh para siswa lain. Korban yang tidak mampu melawan dipukul bertubi-tubi selama kurang lebih satu setengah jam.

FF ditinggalkan dalam kondisi lemah dan terbaring di lantai kamar. Sekitar pukul 00.30 WIT, ia berhasil bangkit dengan tertatih menuju kamarnya di lantai dua. Keesokan harinya, Senin 18 Agustus 2025 pukul 15.30 WIT, FF memutuskan untuk lari dari madrasah dan pulang ke rumahnya di Ternate karena kondisi fisik yang memburuk serta trauma yang dialami.

Korban mengalami luka lebam, pusing, dan trauma psikis akibat pengeroyokan tersebut. Pihak keluarga telah mengetahui kejadian ini, namun hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak madrasah.

Lebih jauh, berdasarkan informasi yang diperoleh, kejadian ini bukanlah yang pertama. Tradisi kekerasan di asrama MAN IC Halbar sudah berulang kali terjadi. FF sendiri sudah lebih dari tiga kali menjadi korban tindak kekerasan serupa. Bahkan, selain dirinya, sejumlah siswa lain juga pernah mengalami perlakuan yang sama namun enggan bersuara karena takut akan ancaman dari senior.

Menanggapi masalah tersebut, Wakil Ketua Halmahera Institut Buyung Tawary, menilai kasus ini tidak bisa dianggap sebagai insiden biasa, melainkan bentuk pelanggaran serius terhadap hukum, norma agama, sekaligus prinsip pendidikan nasional.

“Dalam dunia pendidikan, tidak ada satu pun dalil, norma, ataupun aturan yang membenarkan kekerasan fisik sebagai sarana pembinaan. Apa yang terjadi di MAN IC Halbar jelas melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, yang dengan tegas melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Tradisi kekerasan dalam bentuk bullying justru merusak tujuan pendidikan nasional,” tegasnya.

Ia menambahkan, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 telah mewajibkan setiap satuan pendidikan mencegah tindak kekerasan, melindungi peserta didik, dan menindak tegas pelaku. Hal ini juga diperkuat oleh Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 5494 Tahun 2019, yang menekankan bahwa madrasah harus menjunjung tinggi kasih sayang (rahmah) dan menjauhkan diri dari praktik perundungan.

Dari sisi psikologis, korban berpotensi mengalami trauma mendalam bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Sementara pelaku yang terbiasa menggunakan kekerasan dapat tumbuh menjadi pribadi agresif, minim empati, dan sulit beradaptasi secara sehat dalam masyarakat.

“Bullying bukan hanya masalah antara pelaku dan korban, melainkan masalah sistem yang gagal melindungi anak-anak. Jika aturan yang sudah jelas dari undang-undang, peraturan menteri, dan edaran Kementerian Agama tidak dijalankan, maka madrasah kehilangan jati dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam. Alih-alih menjadi rumah kedua yang aman, asrama justru berubah menjadi ruang kekerasan,” pungkasnya. Hingga ini berita ini diterbitkan pihak-pihak terkait masih dalam usaha konfirmasi wartawan kami.(Red/tim)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com