 |
Kiri: Suparto Mahyudin. Kanan: Soadri Ingratubun. |
Selama masa pengabdiannya, Soadri tidak hanya dikenal karena prestasi dan integritasnya, tetapi juga karena pendekatannya yang manusiawi terhadap insan pers. Ia tidak menjaga jarak, tak pernah membatasi akses informasi, bahkan kerap berdiskusi santai dengan wartawan mendengar, menanggapi, dan menjelaskan dengan sabar.
Suparto, jurnalis senior yang akrab disapa Tox, menjadi salah satu saksi kedekatan itu. Dalam sebuah perbincangan, Tox tak mampu menyembunyikan emosinya saat menceritakan kenangan bersama sosok Soadri.
“Pak Soadri bukan hanya pejabat beliau adalah sahabat bagi kami. Orangnya sangat terbuka, tak pernah marah saat dikritik, justru sering memberi semangat pada kami para jurnalis untuk terus menulis yang benar,” ujar Tox sambil meneteskan air mata.
Suparto mengenang, di tengah tekanan birokrasi yang tak jarang membuat banyak pejabat alergi terhadap media, Soadri justru berbeda. Ia hadir sebagai mitra. Sering kali, sebelum dimintai keterangan, beliau lebih dulu menyapa wartawan yang datang meliput kegiatan pemerintahan.
“Banyak pejabat yang takut dikritik. Tapi beliau beda. Ia bahkan mengundang kita duduk, berdiskusi, dan minta masukan soal program. Itu tidak banyak dimiliki pejabat,” lanjut Tox
Kini, meski Soadri telah memasuki masa purna tugas, jejak keteladanannya tetap terasa. Baik dalam sistem pemerintahan yang ia benahi, maupun dalam hubungan harmonis antara birokrasi dan media yang telah ia bangun selama puluhan tahun.
Di mata para jurnalis Halmahera Selatan, Soadri Ingratubun bukan hanya sosok birokrat, tapi juga sahabat sejati. Sosok yang akan selalu dikenang, tidak hanya karena jabatannya, tetapi karena ketulusan, kedekatan, dan kejujuran dalam setiap langkahnya.
Editor : Idham Lugopost
