Harita Nickel dan Jejak ESG: Menakar Transformasi Tambang Berkelanjutan di Indonesia

Editor: Admin
Foto istimewa
Ketika dunia beralih menuju energi hijau dan kendaraan listrik, Indonesia menjadi pemain kunci dengan cadangan nikel yang melimpah. Namun di tengah gairah industri ini, muncul satu tuntutan yang tak bisa diabaikan: bagaimana menambang tanpa melukai? Inilah titik temu antara industri ekstraktif dan prinsip ESG- Environmental, Social, Governance.

Harita Nickel, perusahaan yang beroperasi di Pulau Obi, menjawab tantangan itu dengan satu langkah besar: mentransformasikan tambang menjadi praktik yang baik, transparan, dan berkelanjutan. Tapi benarkah praktik ESG sudah menjadi bagian dari denyut nadi pertambangan di kawasan ini?

Bertahun-tahun, pertambangan identik dengan kerusakan. Namun kini, melalui Good Mining Practice, Harita Nickel menunjukkan bahwa industri bisa berubah. ESG bukan hanya jargon, tapi dijalankan secara konkret.

Harita menerapkan sistem pengelolaan tailing kering (Dry Stack) yang mengurangi risiko pencemaran laut. Selain itu, mereka melakukan reklamasi lahan secara progresif, bahkan sebelum seluruh area tambang habis digarap. Menurut data internal, lebih dari 240 hektar lahan telah direhabilitasi.

Perusahaan menyerap lebih dari 60% tenaga kerja lokal, serta membangun sekolah, klinik, dan pelatihan kejuruan. Harita juga membuka ruang dialog bersama masyarakat lokal, termasuk dalam penanganan isu sosial dan budaya.

Harita secara aktif melaporkan kinerja keberlanjutan melalui laporan ESG tahunan berbasis standar GRI (Global Reporting Initiative). Perusahaan juga mengadopsi sistem audit internal dan eksternal, serta bekerja sama dengan pihak pemerintah dan LSM dalam upaya pengawasan.

“Kami sadar nikel adalah masa depan energi, tapi hanya bisa dijalankan jika masa depan masyarakat dan lingkungan juga dilindungi,” Yusri Usman, Kepala Departemen Sustainability Harita Nickel.

Desa Kawasi, yang dulunya terisolasi, kini menjadi saksi perubahan. Jalan beraspal, fasilitas pendidikan, hingga layanan kesehatan yang dulu langka kini tersedia. Bagi sebagian warga, kehadiran Harita membawa perubahan positif.

“Dulu kami harus naik perahu ke desa sebelah untuk berobat. Sekarang ada klinik dan dokter di sini,” Rafika Lausa, ibu dua anak dari Kawasi.

Namun, Harita juga menghadapi tantangan. Masih ada suara kritis dari sebagian masyarakat mengenai hak lahan, pelibatan masyarakat adat, dan dampak jangka panjang.

Merespons hal itu, perusahaan membentuk Forum Dialog Masyarakat, sebagai wadah penyampaian aspirasi warga dan penyelesaian keluhan berbasis mediasi.

Transformasi ESG tidak bisa terjadi dalam semalam. Meskipun Harita Nickel telah menempuh banyak langkah maju, masih ada tantangan besar:

  •  Konsistensi pelaporan dan verifikasi ESG
  •  Edukasi masyarakat tentang peran mereka dalam pengawasan
  • Kolaborasi lintas pihak: perusahaan, pemerintah, media, dan warga

Menurut Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, ESG hanya akan berdampak jika dijalankan dengan transparansi dan pelibatan semua pemangku kepentingan.

Sebagai pionir dalam hilirisasi nikel, Harita Nickel memiliki tanggung jawab besar. Komitmen ESG harus terus dijaga, tidak hanya sebagai syarat ekspor atau reputasi pasar global, tetapi demi membangun masa depan industri pertambangan Indonesia yang adil, bersih, dan ramah lingkungan.

“Tambang yang baik bukan hanya menghasilkan logam, tapi juga mewariskan lingkungan dan masyarakat yang lebih kuat dari sebelumnya.”

Kesimpulan: Transformasi ESG di Harita Nickel bukan hanya slogan, tetapi gerakan nyata menuju Good Mining Practice. Perjalanan masih panjang, tantangan masih ada, tapi langkah awal telah diletakkan: tambang yang tidak hanya menggali bumi, tapi juga membangun kehidupan.
Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com