![]() |
Foto ilustrasi dokter: (Google) |
Berdasarkan data yang diperoleh tim investigasi LUGOPOST, dr. Ati Nutchaeni tercatat sebagai dokter kontrak di RSUD Labuha dengan gaji bulanan sebesar Rp64.131.708, di luar fasilitas rumah dinas dan kendaraan dinas yang disediakan pemerintah. Namun, dari pantauan dan keterangan sejumlah sumber internal, kehadiran dan kontribusinya di rumah sakit disebut tidak sepadan dengan hak yang diterima.
“Dia jarang terlihat praktik. Padahal pasien banyak. Kalau dibiayai sebesar itu, harusnya hadir penuh dan jalankan tugas secara profesional,” ungkap salah satu pegawai RSUD yang meminta namanya dirahasiakan.
Yang lebih mengkhawatirkan, menurut informasi yang dikantongi LUGOPOST, dr. Ati Nutchaeni saat ini masih aktif menempuh pendidikan lanjutan di Universitas Hasanuddin, (Unhas) Makassar. Ia disebut meninggalkan Labuha secara rutin setiap dua minggu sekali, sementara kewajiban pelayanan di rumah sakit ditinggalkan begitu saja.
“Kalau masih sekolah, ya seharusnya dicari pengganti. Jangan terus digaji penuh tapi kerja tidak maksimal. Rumah sakit ini tanggung jawab besar,” lanjut sumber tersebut.
Praktik ini dianggap sebagai bentuk kelalaian manajemen SDM dan pembiaran yang bisa berdampak langsung pada pelayanan pasien.
Merespons kondisi ini, Lembaga Lumbung Informasi (LIRA) Provinsi Maluku Utara, Said Alkatiri mendesak Bupati Halmahera Selatan Hasan Ali Bassam Kasuba dan Wakil Bupati Helmi Umar Muchsin untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dr. Ati Nutchaeni.
“Kita bicara soal dana publik. Jika seorang dokter digaji lebih dari Rp60 juta per bulan tapi tidak menjalankan tugas, maka itu pemborosan dan potensi penyalahgunaan anggaran,” tegas Gubernur LIRA Maluku Utara dalam keterangannya.
LIRA Juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan dalam pengelolaan tenaga medis dan mempertanyakan apakah pihak RSUD maupun Dinas Kesehatan telah mengambil langkah antisipatif terhadap absensi dokter spesialis tersebut.
Sebagai dokter kontrak di bawah Pemda Halmahera Selatan, dr. Ati Nutchaeni seharusnya memiliki ikatan kerja formal yang menyertakan evaluasi kinerja rutin. Namun hingga kini, tidak ada informasi terbuka dari pihak rumah sakit terkait mekanisme pengawasan, absensi, maupun tindakan korektif atas dugaan pelanggaran tanggung jawab tersebut.
Diketahui, dr. Ati Nutchaeni merupakan istri dari Lettu Inf Rizki Dicen Agusman, perwira yang berdinas di Kodim 1509/Labuha. Meski tidak berkaitan langsung dengan jabatan, keterkaitan ini menimbulkan persepsi publik akan adanya "perlindungan diam-diam" terhadap penanganan dugaan pelanggaran disiplin kerja yang bersangkutan.
Kondisi ini semakin memperkuat tuntutan masyarakat agar Pemerintah Daerah Halmahera Selatan dan manajemen RSUD Labuha mengambil tindakan tegas, termasuk melakukan audit kinerja dan menyediakan pengganti dokter bila terbukti yang bersangkutan masih fokus menjalani pendidikan.
“Jangan sampai fasilitas kesehatan jadi tempat parkir gaji. Ini menyangkut nyawa orang banyak,” ujar Said.
Hingga berita ini diterbitkan, tim LUGOPOST telah berupaya menghubungi dr. Ati Nutchaeni maupun pihak manajemen RSUD Labuha untuk meminta konfirmasi. Namun, belum ada tanggapan resmi yang diberikan hingga waktu penayangan berita ini. (Id/Tim)