![]() |
Kepala Desa Puao, Steven Herry Senen, |
Halmahera Timur, (26/10/2024) – Skandal besar mengguncang Desa Puao, Kecamatan Wasile Tengah, Halmahera Timur. Kepala Desa Puao, Steven Herry Senen, dituding oleh masyarakat setempat telah menyalahgunakan Dana Desa Tahun Anggaran 2022–2023. Bukan jumlah kecil, warga menemukan indikasi penyelewengan yang mencapai lebih dari Rp 329 juta, mencakup berbagai proyek yang gagal terealisasi atau bahkan diduga fiktif.
Laporan ini mencuat setelah warga menemukan ketidaksesuaian antara laporan keuangan desa dengan kondisi lapangan. Pengadaan barang yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan warga justru mengecewakan. Barang-barang yang dibeli, seperti alat tangkap nelayan, diduga bekas, sementara dana desa telah dicairkan penuh dalam tiga tahap sepanjang 2023.
Lebih mengejutkan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengungkapkan bahwa Kepala Desa Puao tidak pernah memberikan akses pada Rencana Anggaran Belanja (RAB) atau APBDes. "Kami tidak pernah diundang dalam rapat atau kegiatan. Semua dikuasai sepihak oleh Kades dan jajarannya," ungkap perwakilan BPD.
Pada tahun anggaran 2022, sejumlah dugaan penyelewengan ditemukan dalam beberapa program. Salah satunya adalah proyek pengadaan bibit pala, di mana dari anggaran sebesar Rp 50 juta yang seharusnya digunakan untuk menyediakan 2000 bibit, hanya terealisasi setengahnya. Dana Covid-19 yang dialokasikan sebesar Rp 82.801.040 pun hanya dilaporkan terealisasi Rp 28.201.040. Hal yang sama terjadi pada program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 117 kepala keluarga, di mana dari Rp 421.200.000 yang dianggarkan, sebesar Rp 10.800.000 diduga tidak tersalurkan kepada tiga penerima.
Kasus serupa terjadi dalam pengadaan Pumboat untuk kelompok nelayan. Anggaran sebesar Rp 8.325.000 hanya digunakan untuk membeli Pumboat bekas senilai Rp 1.325.000, yang dianggap tidak layak. Tidak hanya itu, kegiatan PKK yang memiliki anggaran Rp 10 juta juga tidak terealisasi, begitu pula dengan bantuan sebesar Rp 28.770.000 yang dianggarkan untuk Kelompok Nelayan Jojilai.
Skandal ini berlanjut di tahun anggaran 2023, di mana ditemukan indikasi penyelewengan pada pembangunan jalan setapak sepanjang 255 meter. Dari anggaran Rp 92.200.000, hanya terealisasi Rp 30.700.000. Pengadaan motor dinas senilai Rp 27 juta pun ternyata faktur pembeliannya tercatat atas nama pribadi, bukan atas nama desa. Lebih lanjut, anggaran Rp 20 juta untuk pembuatan profil desa tidak tampak hasilnya, sementara pengadaan Body Giop senilai Rp 30 juta gagal lunas, sehingga pemilik barang mengambil kembali kendaraan tersebut. Alat kelautan seperti jaring, pelampung, dan tali jangkar yang seharusnya disediakan untuk kepentingan nelayan juga tidak dibelanjakan sesuai anggaran Rp 80 juta yang dialokasikan.
Warga Desa Puao kini menuntut pihak kepolisian segera turun tangan mengusut dugaan korupsi ini, yang sudah terlalu lama menghantui desa mereka. "Kami muak melihat bagaimana anggaran yang seharusnya memperbaiki hidup kami justru diselewengkan. Kami hanya ingin keadilan!" tegas seorang warga dengan penuh emosi.
Kasus ini telah memicu perhatian luas dan membuka mata publik terkait pentingnya transparansi pengelolaan dana desa. Desa Puao pun kini menjadi sorotan dengan skandal besar yang membongkar wajah buruk pengelolaan keuangan publik. (Red/tim)