Astaga! 15 Tahun Jaspel Hilang, RSUD Labuha Disorot DPRD

Editor: Admin

“Fraksi PKB ancam langkah politik bila hak tenaga medis tak segera dibayarkan.”

Anggota DPRD Halmahera Selatan, Muhammad Junaedi Abusama. Saat memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan di Halmahera Selatan, Kamis (25/25). Foto; Idham/Lugopost.id) 
Bacan, Maluku Utara– Skandal besar kembali mencuat di tubuh manajemen RSUD Labuha. Selama 15 tahun penuh, jasa pelayanan (jaspel) tenaga kesehatan dan pegawai rumah sakit tidak pernah dibayarkan. Fakta ini memicu kecaman keras dari DPRD Halmahera Selatan yang menilai manajemen rumah sakit lalai, abai, bahkan tidak punya itikad baik menyelesaikan hak dasar para tenaga medis.

Anggota DPRD Halsel dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Junaedi Abusama, menegaskan apa yang dilakukan RSUD Labuha adalah pelanggaran serius terhadap hukum dan keadilan.

“Jaspel ini bukan bonus, tapi hak mutlak. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sudah jelas. Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 dan Permenkes Nomor 6 Tahun 2022 juga sudah mengatur. Jadi tidak ada alasan sedikit pun untuk menahan pembayaran,” tegas Junaedi, Senin (22/9/2025).

Lebih pedas lagi, Junaedi menyebut RSUD Labuha satu-satunya rumah sakit daerah di Maluku Utara yang tidak pernah menjalankan kewajiban ini.

“Di Ternate dan kabupaten lain, jaspel sudah lama dibayarkan. Kenapa hanya di Labuha yang tertahan? Pertanyaannya: anggaran selama ini dikemanakan? Jangan bodohi tenaga kesehatan dengan alasan klasik soal anggaran,” sindirnya.

Yang lebih mengejutkan, DPRD menemukan bahwa sejak tahun 2010 hingga 2025 selama 15 tahun berturut-turut RSUD Labuha tidak pernah menyalurkan hak jaspel.

“15 tahun itu luar biasa lama. Apa artinya? Selama ini nakes yang berjuang di garda terdepan ternyata diperlakukan semena-mena. Ini penghinaan besar terhadap tenaga kesehatan,” ujar politisi PKB dua periode itu dengan nada tinggi.

Menurutnya, dalih manajemen RSUD bahwa pembayaran terkendala Peraturan Bupati (Perbub) hanyalah alasan murahan.

“Peraturan Bupati (Perbup) tidak harus menunggu persetujuan DPRD, cukup melalui koordinasi dengan Bupati. Jadi mengapa selama ini mereka hanya diam? Jangan jadikan regulasi sebagai tameng untuk menutupi kelalaian. Jika memang serius, hak ini seharusnya sudah dibayarkan sejak lama. Apalagi untuk penerbitan Perbup tidak memakan waktu lama, berbeda dengan Perda,” tegas Junadi.

Junaedi menegaskan, DPRD tidak akan tinggal diam menghadapi skandal ini. Komisi I bersama Fraksi PKB telah menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak manajemen RSUD Labuha.

“DPRD akan buka semua ini di meja rapat. Kalau ada kendala, harus dijelaskan terang-benderang. Tidak boleh lagi ada dusta. Nakes sudah terlalu lama dirugikan. Dan kami tidak segan-segan menempuh langkah politik yang lebih keras bila manajemen masih bermain-main,” ancamnya.

Kasus 15 tahun jaspel tak dibayarkan ini menjadi tamparan keras, bahkan memalukan, bagi manajemen RSUD Labuha. DPRD menilai kelalaian ini bukan lagi sekadar persoalan teknis, melainkan indikasi bobroknya tata kelola rumah sakit daerah.

“Kalau rumah sakit daerah saja tidak bisa menjamin hak tenaga kesehatannya, bagaimana bisa menjamin pelayanan yang layak untuk rakyat? Ini bahaya, dan tidak bisa dibiarkan,” tutup Junaedi dengan suara lantang. (*)


Editor | Idham Hasan. 


Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com