Nasaruddin Umar, Dari PMII hingga Menerima Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal

Editor: Admin
ketika Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Umat Katolik, disambut di Masjid Istiqlal oleh Imam Besar, Prof. K.H. Nasaruddin Umar, MA

Jakarta – Sebuah momen bersejarah terjadi ketika Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Umat Katolik, disambut di Masjid Istiqlal oleh Imam Besar, Prof. K.H. Nasaruddin Umar, MA. Peristiwa yang terjadi di Istiqlal ini mengingatkan pada kisah Rasulullah SAW yang mengizinkan Delegasi Najran, umat Kristen dari wilayah Arab, untuk beribadah di Masjid Nabawi. Dalam peristiwa tersebut, ketika sahabat Nabi hendak mencegah delegasi beribadah, Rasulullah SAW bersabda, "Biarkan mereka," sehingga delegasi itu melaksanakan ibadah menghadap Timur di dalam Masjid Nabawi.

Peristiwa penerimaan Paus di Istiqlal oleh Nasaruddin Umar pun menuai kritik dari beberapa kalangan. Namun, bagi Nasaruddin, tindakan ini sejalan dengan prinsip toleransi yang diajarkan Rasulullah. Tak sedikit yang lupa bahwa Nasaruddin Umar adalah sosok yang lama berproses di Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi yang selama ini menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi dan keterbukaan.

Prof. Nasaruddin bukanlah sosok sembarangan. Perjalanan hidupnya berawal di Makassar sebagai kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Nasaruddin muda dikenal cerdas dan sederhana, terlebih dalam menguasai materi Nilai Dasar Perjuangan serta Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Pendidikan pesantrennya selama 12 tahun di Pesantren As’adiyah, Sulawesi Selatan, membentuk kecerdasannya yang kian matang di bawah asuhan KH. Muhammad Noor Al-Allama di MDIA TAQWA.

Takdir membawanya untuk dipilih oleh KH. M. Sanusi Baco, LC, sebagai Katib Syuriah NU Sulawesi Selatan di usia muda. Kecerdasannya pun menarik perhatian Prof. Dr. Qurais Shihab yang mengajaknya ke Jakarta sebagai asisten dosen di Pascasarjana IAIN Ciputat, sembari melanjutkan studi hingga meraih gelar doktor. Pengalaman intelektualnya diperluas lagi dengan belajar di berbagai universitas terkemuka di Amerika Serikat.

Karier akademiknya terus menanjak. Nasaruddin menjadi dosen di UIN Syarif Hidayatullah, kemudian menjabat sebagai Pembantu Rektor, dan di dekade yang sama dipercaya menjadi Rektor PTIQ Jakarta. Kiprahnya di dunia pendidikan tak berhenti di situ. Ia juga menjabat sebagai Dirjen di Kementerian Agama hingga menjadi Wakil Menteri Agama.

Puncak pengabdian Nasaruddin di NU terjadi ketika Muktamar NU di Donohudan Solo memberi amanah sebagai Katib Aam PBNU mendampingi Rois Aam, KH. Ahmad Sahal Mahfudz. Dalam posisi ini, ia menjadi salah satu penandatangan dokumen resmi PBNU pada periode itu. Di tanah kelahirannya, Ujung, Kabupaten Bone, Prof. Nasaruddin kini memimpin Pondok Pesantren As'adiyah, sebuah pesantren besar yang ia pimpin sejak 2023.

Langkah menerima Paus Fransiskus di Istiqlal bukanlah hal yang dilakukan tanpa dasar. Nilai-nilai Aswaja yang telah terpatri dalam perjalanan panjang hidupnya menjadi pedoman dalam bersikap dan bertindak. Dengan tetap mengedepankan sikap inklusif, Nasaruddin melihat peristiwa tersebut sebagai manifestasi nyata dari sikap Islam yang terbuka dan penuh toleransi.

Tindakan Nasaruddin Umar di Masjid Istiqlal ini mengingatkan kita bahwa NU dan para kadernya telah lama berdiri di garda depan dalam merawat kebhinnekaan dan menjaga harmoni antar umat beragama di Indonesia.

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com