Akbar Tekka: Pendidik di Ufuk Timur Halmahera

Editor: Admin
Akbar Tekka Kepala Sekolah SMP Negeri 14 Maba Utara
Oleh: 

Julkarnain Syawal

“Sejauh apapun kamu dari pusat, kamu tetap pusat jika menjadi cahaya. (Emha Ainun Nadjib)”

Pagi belum sepenuhnya terang ketika suara mesin Honda Supra Fit memecah keheningan Desa Wasileo. Angin lembah menyentuh wajah seorang lelaki berkulit legam, bermata cipit yang menyusuri jalan berbatu, seolah menepuk-nepuk pundaknya untuk tidak menyerah. Lelaki itu bernama Akbar Tekka. Ia bukan tokoh besar yang selalu ada dalam berita nasional maupun lokal, bukan pula orang yang sering bersalaman dengan para pejabat. Tapi bagi anak-anak ‘suku’ dan masyarakat pedalaman Maba Utara, Akbar adalah cahaya yang menerangi. seorang guru, seorang pendidik, seorang sahabat yang bermodal ketulusan.

Akbar memilih jalan panjang yang tak banyak orang berani jalani. Di tahun 2009, Akbar melangkah ke dunia pendidikan di pelosok Halmahera Timur. Ia mengajar di MTs Nahdlatul Wathan Wasileo, lalu berpindah ke jenjang aliyah di lembaga yang sama. Namun, babak paling menentukan dalam kisahnya dimulai saat ia ditugaskan ke SMP Negeri 10 Maba tahun 2015 di Satuan Permukiman (SP II) Desa Ake Lamo Maba Utara Halmahera Timur.

Yang Akbar dapati di sana bukanlah ruang kelas, dengan deretan siswa berpakaian rapih. Namun yang ia temukan hanyalah bangunan tua dalam kesunyian. Tak ada anak-anak yang datang, dan hanya beberapa guru yang tersisa, namun mereka tidak bermukim tetap di desa tersebut, tetapi di beberapa desa tetangga.

Akbar datang bukan untuk menyerah. Ia datang sebagai panggilan dan membawa keyakinan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia, pendidikan adalah hak, bahkan bagi mereka yang hidup di balik hutan belantara, sebagaimana pesan dari sang Guru KH M. Said Abdullah. Akbar datang dan tinggal bermukim bersama masyarakat setempat. Akbar sadar bahwa pendidikan bukan hanya di ruang kelas, namun pendidikan adalah integrasi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Akbar masuk ke hutan, mendatangi perkampungan kecil dan memanggil anak-anak ‘suku’ di pedalaman Halmahera yang hidup berpindah-pindah. Di bawah pepohonan kelapa, Akbar mengajak anak-anak membujuk mereka turun hanya dengan tiga bungkus permen Relaksa.

Foto istimewa 

“Ayo turun, kalau mau permen, besok torang (kita) sekolah ya,” ucapnya sambil tersenyum, menahan lelah dan menanam harapan.

Hari demi hari, anak-anak itu mulai datang bersekolah. Tujuh orang di minggu pertama. Lalu bertambah, dan dalam tiga tahun, Akbar berhasil mendidik 76 siswa aktif. Ia mengajar di bekas Balai Penyuluhan Pertanian, dengan papan dan kapur tulis, serta sarana-prasarana sekolah yang sangat terbatas. Tapi semangat yang terpancar dari ruang sederhana itu jauh lebih terang dari gedung sekolah megah di kota-kota besar.

Akbar tidak hanya mengajarkan membaca, menulis dan berhitung. Namun Akbar menanamkan mimpi, mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, dan mengubah cara pandang anak-anak yang dulunya menghindar dari dunia luar, kini bisa berkata: “Saya ingin sekolah.” 

Akbar bukan hanya guru. Ia adalah aktivis yang terbentuk dari tempaan organisasi mahasiswa. Saat menempuh pendidikan di STAIN Ternate, ia aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Pramuka. Dari sini, ia belajar arti keberpihakan, advokasi, dan keberanian memperjuangkan yang tertinggal. 

Akbar bersama warga membangun jembatan, membuat rakit agar anak-anak tidak lagi menyeberangi sungai deras setiap pagi; menanamkan nilai persaudaraan antarwarga lintas suku dan agama agar desa tetap utuh. Dengan gaya nyentrik dan lucu yang menjadi khasnya Akbar hadir sebagai guru, aktivis, sekaligus pemimpin informal yang dicintai karena ketulusannya. 

Akbar saat mengajar menggunakan sepeda motor membawa "Saloi"

Meskipun demikian, hidup adalah rangkaian perjalanan. Dan setiap pengabdian akan menemukan medan barunya. Di tengah kehidupan anak-anak yang mulai bersinar, keakraban masyarakat ‘suku’ yang sudah menganggap Akbar bukan lagi tamu, tapi saudara, kini tugas baru kembali mengetuk. Tahun 2021, Akbar Tekka dipindahkan ke SMP Negeri 14 Maba, yang berada di desa tetangga. Sebuah keputusan administratif yang tak mudah diterima hati. Sebab ia telah menjadi bagian dari denyut harian masyarakat di SP II.  

Akbar juga aktif di berbagai organisasi lain seperti GP Ansor, KNPI, HNSI dan juga PGRI meski tugas utamanya adalah mendidik, ia tak pernah berpaling dari panggilan sosial dan kebangsaan. Sebagai pendidik dan aktivis, bagi Akbar peningkatan sumberdaya manusia menjadi kunci kemajuan pendidikan di Halmahera Timur. Hal inilah yang memotivasi Akbar untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.    

Pada tahun 2010, Akbar sempat melanjutkan studi pascasarjana di almamaternya STAIN Ternate. Namun keterbatasan biaya dan jangkauan lokasi perkuliahan yang jauh membuatnya harus menunda mimpi itu. Ia pulang ke desa, dan terus mengajar dengan bekal pengetahuan yang ada. Tapi cita-cita untuk melanjutkan pendidikan tidak pernah padam dalam diri Akbar.

Tahun 2023, dengan tekad yang sama, ia kembali mendaftar kuliah di Sekolah Pasca Sarjana IAIN Ternate. Selama tiga semester, ia menempuh jarak 175 kilo meter dari Desa Wasileo Maba Utara ke Buli Kec. Maba dalam waktu tempuh 4-5 jam perjalanan menembus jalan berlubang, dengan sepeda motor tua, untuk mengikuti perkuliahan secara virtual karena sinyal internet belum tersedia di Maba Utara. Tapi Akbar tidak menjadikannya alasan. “Saya harus menamatkan kuliah ini, bukan untuk gelar, tapi agar saya punya ilmu lebih kuat untuk mendidik anak-anak di ujung Timur Halmahera.”

Tanggal 9 Juli 2025, Akbar berdiri di hadapan majelis sidang Ujian Tertutup Tesis di ruang ujian Sekolah Pascasarjana IAIN Ternate. Salempang merah yang tertulis Akbar Tekka M.Pd di sematkan pada leher pria kurus dan tegap, keputusan dewan Penguji yang menyatakan dirinya telah lulus ujian dan berhak menyandang gelar Magister Pendidikan dibelakang namanya menjadi momentum berharga dalam hidupnya yang menjadi guru dan menghabiskan waktu di pedalaman Maba Utara. Dari wajahnya terpancar sebuah harapan bahwa di balik capaian ini menjadi langkah baru dari perjalanan panjang dalam membangun pendidikan di Halmahera Timur. Bagi Akbar, Pendidikan di Halmahera Timur tidak hanya bertahan, tapi harus bangkit, tumbuh, dan menjadi kekuatan yang mengantarkan anak-anak di Halmahera Timur bisa berdiri sejajar dengan dunia, lewat jalan pendidikan."

Foto istimewa 

Selamat Sahabat, atas pencapaian luar biasa yang engkau raih saat ini. Gelar Magister Pendidikan yang kini kau sandang bukan sekadar simbol akademik, melainkan capaian dari perjuangan panjang, ketulusan hati, dan dedikasi yang tak pernah lelah untuk anak-anak di pelosok negeri. Di tengah keterbatasan, engkau tetap berjalan. Di tengah sunyi, engkau memilih menyalakan cahaya. Engkau bukan hanya guru bagi anak-anak ‘suku’, tetapi juga telah menjadi inspirasi bagi kami semua — para guru yang terkadang lupa bahwa mendidik bukan hanya tugas, tapi panggilan suci. Kisahmu adalah pengingat bahwa pendidikan tidak selalu lahir di gedung megah, tapi bisa tumbuh dari gubuk sederhana, dari tangan yang sabar, dan hati yang penuh cinta. Teruslah melangkah, sahabat. Negeri ini membutuhkan lebih banyak guru sepertimu — yang mengajar dengan cinta dan berjuang dengan keyakinan. Saya bangga dengan pengabdianmu kepada bangsa dan negara. 

Ternate, 11/ 07/ 2025

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com